Minggu, 27 Oktober 2013

MAKALAH ULUMUL QUR’AN SEJARAH PENULISAN AL-QURAN




MAKALAH
SEJARAH PENULISAN AL-QURAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : ULUMUL QUR’AN
Dosen Pengampu : Drs. H. SAIFUDDIN BAHRI, M.Ag.

 








Disusun Oleh :

·             AHMAD BISRI                SEMESTER II
·             HAFIDHIN                                    SEMESTER II
·             UMI  KHASNA                 SEMESTER              II

 

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL 'ULAMA
( INISNU) JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam, dimana redaksi maupun susunannya tidak pernah berubah dan tetap terpelihara sepanjang zaman, dari awal hingga akhir turunnya al-Quran, seluruh  ayat-ayatnya diriwayatkan secara mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Selanjutnya sesudah masa kenabian pengkodifikasian Al-Quran disempurnakan, sehingga sampai kepada yang kita saksikan saat ini. Al-Quran merupakan pedoman umat Islam yang berisi petunjuk dan tuntunan komprehensif  guna  mengatur kehidupan di dunia dan akhirat. Ia merupakan kitab otentik dan unik, yang mana redaksi, susunan maupun kandungan maknanya berasal dari wahyu, sehingga ia terpelihara dan terjamin sepanjang zaman.
Al-Qur’an turunkan tidak sekaligus, melainkan secara berangsur- angsur dalam masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. diangkat menjadi Rasul dan berakhir pada masa menjelang wafatnya. sehingga Al-Qur’an belum terbukukan seperti adanya sekarang ini. Meskipun demikian, upaya pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa itu tetap berjalan. Setiap ayat-ayat Al-Qur’an diwahyukan kepada NabiMuhammad SAW.  kemudian memerintahkan kepada para shahabat tertentu untuk menuliskannya dan menghafalnya. Penulisan ayat-ayat al-Qur’an tidaklah sepertimana yang kita saksikan sekarang. Selain karena mereka belum mengenal alat-alat tulis,al-Qur’an hanya ditulis pada kepingan- kepingan tulang, pelepah korma, atau batu-batu tipis, sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu.
Peran sahabat sangat penting dalam penulisan al-Qur’an terutama para Khulafaur Rosyidin, dari Khalifah Abu Bakar yang mengumpulkan penulisan Al-qur’an atas usul sahabat Umar, dan pada masa Kholifah Utsman bin Affan menyatukan mushaf menjadi rujukan tunggal yaitu mushaf utsmani kemudian memperbanyak dan dikirimkan ke penjuru dunia.

                                         
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pengumpulan Al-Quran
Dalam penulisan Al-Qur’an kita mengenal istilah Jam’u Al-Qur’an (pengumpulan Al-qur’an) yang mempunyai dua pengertian yaitu, al-hifdzu ( menghafal ) dan al-kitabah ( menulis ) yakni menulis al-qur’an  pada benda-benda yang dapat ditulis.
Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya adalah proses ketika Allah Swt. Menyemayamkan wahyu yang diturunkan ke dalam lubuk hati Nabi Muhammad SAW. secara mantap, menghafal dan menghayatinya, sehingga beliau dapat menguasai Al-Quran sebagaimana yang dimaksud Allah SWT. kemudian beliau membacakannya  kepada sejumlah shahabatnya, agar mereka dapat pula menghafal dan memantapkannya di dalam lubuk hati mereka. Allah SWT.  berfirman dalam surat al-Jumu’ah ayat 2 : 
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  
Artinya : “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”.
Sedangkan  pengumpulan Al-Qur’an yang berarti al-kitabah ( menulis ) yakni perhimpunan seluruh Al-Qur’an dalam bentuk tulisan, yang memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau hanya mengatur susunan ayat-ayat Al-Qur’an saja dan mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu demi satu. Penulisan sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. yaitu dalam bentuk lembaran-lembaran yang  terpisah atau dalam bentuk ukiran pada beberapa jenis benda yang dapat dijadikan sebagai alat tulis-menulis yaitu ‘usub (pelepah kurma), likhaf (batu halus berwarna putih), riqa’ (kulit), aktaf (tulang unta) dan aktab (bantalan kayu yang biasa dipasang dipunggung unta)
B.  Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Rasulullah SAW.
Seluruh al-Qur’an telah ditulis pada zaman Rasulullah SAW. masih hidup, hanya belum terhimpun di dalam satu tempat. Terdapat beberapa sahabat yang ditunjuk Rasulullah untuk menuliskan Al Qur'an yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Kaab dan Tsabit bin qais dan sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana,potongan tulang belulang binatang dan banyak sahabat-sahabat yang langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

C.   Pada Masa Pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran ( perang dalam memberantas Nabi Palsu Musailamah alkadzab ) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

D.  Pada Masa Pemerintahan Utsman Bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).



BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan  
Dalam penulisan Al-Qur’an kita mengenal istilah Jam’u Al-Qur’an (pengumpulan Al-qur’an) yang mempunyai dua pengertian yaitu, al-hifdzu (menghafal) dan al-kitabah ( menulis ) yakni menulis al-qur’an  pada benda-benda yang dapat ditulis.
Seluruh al-Qur’an telah ditulis pada zaman Rasulullah SAW. masih hidup, hanya belum terhimpun di dalam satu tempat. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang dan banyak sahabat-sahabat yang langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Umar bin Khattab meminta kepada Abu Bakar sebagai khulafaur rosyidin untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. dan memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaa
Pada masa kholifah Utsman bin Affan, mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).

2.    Daftar Pustaka
1.      Kamaluddin Marzuki, ‘Ulumul Al-qur’an PT Remaja Rosdakarya Bandung 1992
2.      Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
3.      Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
4.      Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
5.      Shubhi al-Shaleh, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Beirut  1977,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar