Selasa, 29 Oktober 2013

MAKALAH ULUMUL HADITS TAKHRIJ HADITS ( MENELITI HADITS )


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, karena ia mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits belum dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka muttashil ataukah munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad adalah matarantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau lainnya. Dengan demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith­-an setiap perawi sangat menentukn status hadits.
Diantara kita terkadang memperoleh atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan dalam sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi tidak disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka untuk memastikan apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika memang hadits maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks tersebut harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil (menunjuk pada kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks (kitab dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadits (takhrij al-hadits).

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa itu pengertian takhrij al-hadits ?
2.         Apa obyek takhrij itu ?
3.         Bagaimana metode takhrij ?
4.         Apa manfaat ilmu takhrij ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Takhrij al-Hadits
ﺧﺭﱠجت النجوم اللون
خرج عمر من المسجد
Menurut bahasa, takhrij (تخريج) berasal dari fi’il madli kharaja (ﺧﺭﱠﺝ) yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata dasar khuruj (خروج) yang berasal dari kata kharaja (خرﺝ) yang berarti keluar. Perhatikan dua ungkapan dalam dua contoh dibawah ini :                                      Umar keluar (khuruj) dari masjid, dan                           Bintang mengeluarkan (takhrij) warna
Dengan makna tersebut maka takhrij al-hadits secara sederhana berarti “mengeluarkan hadits”, artinya hadits dicari atau dilacak dari sumbernya (kitab hadits).
Adapun secara terminologis, takhrij al-hadits (تخريج الحديث) dipahami sebagai cara penunjukan ke tempat letak hadits pada sumber yang orisinil takhrijnya berikut sanadnya, kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila diperlukan. Dr. Mahmud at-Thahhan menjelaskan bahwa takhrij al-hadits adalah cara penunjukan sumber asli dari suatu hadits, menjelaskan sanadnya dan menerangkan martabat nilai hadits yang ditakhrij. takhrij al-hadits diartikan sebagai berikut : “Mengembalikan hadits ke sumber-sumber aslinya yang akurat. Jika pada aslinya tidak ditemukan, maka dirujukkan pada cabang-cabangnya, dan jika mengalami kesulitan, maka hendaklah dikembalikan pada catatan yang memiliki sanad, serta menjelaskan tingkatan hadits secara umum”. Rumusan definitif tersebut mengandung maksud bahwa takhrij al-hadits adalah upaya menulusuri hadits hingga sumber atau asalnya, baik untuk menemukan sanad dan perawinya maupun untuk mengklarifikasi redaksi matannya yang diharapkan untuk membuktikan bahwa hadits tersebut palsu (mawdlu’) atau tidak.

B.       Objek Takhrij
objek yang menjadi pusat kajian takhrij adalah sanad dan matan. Sanad sebagai unsur dari struktur hadits harus diteliti disamping banyak rijal yang terdapat dalam sanad mengundang kemungkinan untuk belum diterima haditsnya, juga secara realitas memang diantara para rijal dalam sanad hadits terkandang ada yang belum diketahui (majhul), misalnya terdapat unsur sanad yang hanya disebut dengan rajul (رجل), atau bahkan terkadang ada yang dilompati, misalnya setelah nama seorang tabi’in langsung dikatakan nabi, yang menunjukan sanadnya terjadi missing link atau infishal (انفصال). Apalagi sebuah hadits yang ditulis atau disampaikan tanpa sanad maupun perawi akhir.
Matan juga mesti diteliti lagi agar diperoleh keniscayaan bahwa redaksi atau teks yang ditemukan dari luar kitab hadits itu benar-benar merupakan hadits. Hal tersebut dilakukan karena berbagai alasan. Diantara satu dari sekian alasan meneliti matan adalah untuk menghindari pemalsuan hadits.

C.       Metode Takhrij
Metode takhrij adalah cara atau teknis melakukan penelusuran terhadap hadits dari sumber asalnya, baik hadits tanpa sanad dan perawi, hadits dengan perawi, maupun hadits lengkap sanad dengan menggunakan kitab-kitab rujukan yang mendukung, maupun menggunakan alat tekhnologi digital.
Secara metodologis, takhrij hadits dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu takhrj dengan cara melacak perawi dari generasi shahabat, takhrij dengan cara melacak awal kata matan hadits, takhrij dengan cara melacak suku kata atau potongan matan hadits, takhrij dengan cara melacak tema hadits, dan takhrij dengan cara melacak sifat-sifat khuhus terdapat pada sanad maupun matan hadits.
Adapun langkah-langkah teknis yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak melakukan takhrij adalah :
1.      Proses Takhrij
Dalam melakukan penelitian (takhrij) terhadap sebuah hadits seorang peneliti (Mukharrij) hendaknya melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Menentukan teks hadits atau topik terlebih dahulu.
2.    Menentukan atau mengetahui periwayat (rawi) hadits, misalnya Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan sebagainya.
3.    Menulusuri hadits yang dimaksud dari sumber aslinya, misalnya Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal al-Nabawi karya Dr. A.J. Winsick atau lainnya untuk mengetahui dimana posisi sebuah hadits yang dicari sesungguhnya berada.
4.    Meneliti sanad. Setelah didapati keberadaan hadits dan diketahui sanadnya dalam kitab tertentu, maka nama-nama yang terdapat dalam matarantai sanad diteliti satu persatu. Untuk meneliti nama-nama dalam sanad (rijal al-hadits) dapat dipergunakan buku-buku indeks perawi seperti kitab Tahdzib at-Tahdzib karya ibn Hajar al-‘Asqalani untuk mengetahui esensi nama dan silsilahnya, sifatnya dan hubungan dengan perawi lainnya, sehingga ditemukan simpulan tentang nama sebenarnya, sifatnya dan sebagainya, hingga diketahui status haditsnya.
5.    Menyimpulkan kwalitas hadits. Dari langkah keempat tadi peneliti dapat menganalsis sebuah hadits melalui sanad, baik dari aspek kwantitas dan kualitas, lalu ditentukan statusnya. Jika dimungkinkan, maka dilakuka istinbath hukum dari proses tersebut.
6.    Contoh hadis tentang larangan menjual air
حدثنا عبدالله حدثني أبي سفيان عن عمر وقال أخبرني أبو المنهال سمع إياس بن عبد المزنيﱠ وكان من أصحاب النبي ص. م قال لاتبيعوا الماء فإنيﱢ سمعت رسول الله ص . م نهى عن بيع الماء لايدري أيﱡ ماء هو ) رواه أحمد    .(
(…… dari ‘Amr, dari Abu Minhal yang mendengar Iyas ibn ‘Abd al-Muzaniy, berkata “janganlah menjual air karena aku mendengar Rasulullah saw. Melarang penjualan air, dimana ‘Amr tidak mengetahui air apakah yang dimaksudkan”).
Untuk melakukan praktik takhrij al-hadits sebagaimana langkah-langkah diatas dapat kita contohkan, meneliti  hadits tentang menjual air (bay’ al-ma’) dari segi sanad dan sistem periwayatannya. Sebagai berikut :
1.    Mula-mula peneliti (Mukharrij) harus mengetahui siapa perawi hadits tersebut. Jika suatu hadits tidak disebutkan perawinya maka peneliti harus melacaknya, misalnya, melalui kitab indeks hadits. Seorang perawi yang semestinya menjadi sentral riwayat hadits tetapi tidk disebutkan, seperti al-Bukhari, Muslim dan sebagainya. Melalui penulusuran tersebut ditemukan hasil bahwa hadits tersebut terdapat dalam kitab musnad al-Imam Ahmad lengkap dengan petunjuk juz dan halamannya. Itu artinya perawi hadits tersebut adalah Imam Ahmad RA.
2.    Seorang peneliti mengkorfirmasi kebenaran data dari Mu’jam tersebut dengan melihat langsung kitab yang ditulis oleh perawi, yaitu Musnad al-Imam Ahmad. Setelah ditemukan kebenarannya, peneliti mencatat nomor halaman maupun nomor hadits.
3.    Seorang peneliti melengkapi haditsnya dengan nama-nama sanad (rijal al-hadits) dan perawinya untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
2.      Melacak periwayatan hadits dan kwalitas perawi.
Setelah menemukan hadits lengkap dengan sanad seorang peneliti mengamati nama-nama dalam sana. Dalam menentukan sifat dan martabat hadits peneliti (Mukharrij) harus mengetahui nama-nama perawi. Bagaimana kwalitas mereka (‘adil, dlabith, atau tidak) dan bagaimana hubungan mereka dengan perawi sebelumnya? untuk itu nama-nama perawi dalam mata rantai sanad harus diidentifikasi satu persatu untuk diteliti.

D.      Manfaat Ilmu Takhrij
Melihat kondisi hadits dari segi historisitasnya, hadits adalah pusat perhatian yang mengundang para pemerhatinya untuk bersikap waspada dalam memberlakukannya (menerima dan menyampaikannya), mengingat hadits baru ditulis dan disusun secara resmi pada abad ke II H. Itu menunjukkan proses panjang yang rentetan yang rekayasa didalamnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kecuali itu munculnya kliasifikasi hadits menjadi shahih dan tidak shahih (dla’if), kemudian muncul hadits hasan sebagai jawaban atas problema yang terjadi diantara keduanya, bahkan hadits madlu’, juga merupakan faktor lain yang membuat kita untuk berhati-hati terhadap hadits. Untuk memperoleh hasil temuan yang dapat dipertanggung jawabkan itulah maka diperlukan sebuah ilmu yang disebut dengan istilah Takhrij al-Hadits. Takhrij sebagai ilmu perlu diketahui oleh setiap orang yang hendak mendapatkan hadits dengan keadaan dan status yang jelas. Selanjutnya mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1)      Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2)      Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat dtierima atau ditolak.
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya :
ü Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya.
ü Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukkannya.
ü Memperjelas keadaan sanad, hingga dapat diketahhui apakah munqathi’ atau tidak.
ü Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
ü Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.

BAB IV
PENUTUP
1)      Kesimpulan
Secara kharfiah, kata takhrij ( تخريج) berasal dari fi’il madli kharaja (ﺧﺭﱠﺝ) yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata dasar khuruj (خروج) yang berasal dari kata kharaja (خرﺝ) yang berarti keluar. Adapun secara terminologis, takhrij al-hadits (الحديث تخريج) dipahami sebagai cara penunjukan ketempat letak hadits pada sumber yang orisinil takhrijnya berikut sanadnya, kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila diperlukan. Dr. Mahmud at-Thahhan menjelaskan bahwa takhrij al-hadits adalah cara penunjukan sumber asli dari suatu hadits, menjelaskan sanadnya dan menerangkan martabat nilai hadits yang ditakhrij. Adapun obyek yang menjadi pusat kajian takhrij adalah sanad dan matan. Matan juga mesti diteliti lagi agar diperoleh keniscayaan bahwa redaksi atau teks yang ditemukan dari luar kitab hadits itu benar-benar merupakan hadits. Hal tersebut dilakukan karena berbagai alasan. Diantara satu dari sekian alasan meneliti matan adalah untuk menghindari pemalsuan hadits. Secara metodologis, takhrij hadits dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu takhrj dengan cara melacak perawi dari generasi shahabat, takhrij dengan cara melacak awal kata matan hadits, takhrij dengan cara melacak suku kata atau potongan matan hadits, takhrij dengan cara melacak tema hadits, dan takhrij dengan cara melacak sifat-sifat khuhus terdapat pada sanad maupun matan hadits.
Adapun langkah-langkah teknis yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak melakukan takhrij adalah :
1)      Proses Takhrij
Dalam melakukan penelitian (takhrij) terhadap sebuah hadits seorang peneliti (Mukharrij) hendaknya Menentukan teks hadits atau topik terlebih dahulu.
2)      Menentukan atau mengetahui periwayat (rawi) hadits, misalnya Ahmad, al-    Bukhari, Muslim dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu : Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat dtierima atau ditolak.

2)      Daftar Pustaka
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Al – ‘Asqalani, Ibn Hajar. Tahdzib at-Tahdzib, Juz V,  Libanon: Dar al-Kutub al-ilmiyyah, 1994.
Majid khon, Abdul, Ulumul Hadis, Cet IV, Jakarta, Amzah, 2010.
Idris, Study Hadis, Cet I, Jakarta, Prenada Media Group, 2010

2 komentar:

  1. izin copy, syukron katsiron wa jazakallah..

    BalasHapus
  2. izin copy, syukron katsiron wa jazakallah..

    BalasHapus