MAKALAH
SETIAP
ANAK TERLAHIR
DALAM
KEADAAN FITROH (SUCI)
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : : HADITS
Dosen Pengampu :
H. BIN HIMMA MUHAMMAD
BURHAN, M.Ag.
Disusun Oleh :
AHMAD BISRI ( SEMESTER
III )
INSTITUT ISLAM
NAHDLATUL 'ULAMA
( INISNU) JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Secara
kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar
kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh
setiap anak yang hidup didunia ini. Anak adalah amanat Allah SWT kepada kita,
masing-masing dari kita berharap anaknya menjadi anak yang baik, maka dari itu
dibutuhkan optimalisasi tanggung jawab dan peran dari orang tua. Meskipun pada
dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah, akan tetapi ini tidak berarti kita
membiarkannya tanpa pengarahan dan bimbingan yang baik dan terarah, karena
sesuatu yang baik jika tidak dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak baik
akibat pengaruh faktor-faktor eksternal. Pendidikan dan pengarahan yang baik
terhadap anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir
bahkan sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan.
Anak
pada perkembangannya sering terjadi gangguan oleh beberapa faktor diantranya
faktor internal pada diri anak atau faktor lingkungan dimana ia berada. Anak dari
hari ke hari berinteraksi dengan lingkungannya baik orang tua, keluarga maupun
masyarakat. Nilai-nilai hakiki, sentuhan kasih sayang, dan semua perlakuan yang
menyenangkan akan membentuk keperibadiannya yang positif bagi anak.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Tentang
Hadits yang menerangkan bahwa anak itu terlahir dalam keadaan suci (fitrah)
2. Tahrij
hadits
3. Makna
matan hadits
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
HADITS
TENTANG ANAK DALAM KEADAAN FITRAH
1.
Bunyi dan
Terjemahan Hadits
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ
تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya: Telah menceritakan
kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari
Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi
SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna.
Apakah kalian melihat ada cacat padanya?
2.
Takhrij al-Hadits
Penelitian
hadis dilakukan pada al-Mausu’ah al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah yang di
dalamnya mencakup Kutub al-Tis’ah ( Shahih al-Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majah,
Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Muwatta’ Malik, dan Sunan al-Darimi). Pencarian
dilakukan melalui nomer hadis yang sudah diketahui sebelumnya pada Shakhih
al-Bukhari. Hasil pencarian diperoleh hadis pada Shahih al-Bukhari, kitab
al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin.
Hadits ini selain diriwayatkan oleh
Bukhari juga terdapat pada:
a)
Al- Bukhari, kitab al-Janaiz
b)
Al-Bukhari, kitab Tafsir Qur’an
c)
Al-Bukhari, kitab al- Qadar
d)
Imam Muslim, kitab Al- Qadar
e)
At-Turmudzi, kitab al- Qadar anir
Rasulillah
f)
An-Nasai, kitab, al- Janaiz
g)
Abu Daud, kitab As-sunah
h)
Ahmad, kitab Baqi Musnadun al-
Mukashirin
i)
Malik, kitab al- Janaiz
3.
I’tibar
Sanad Dan Skema Sanad
Setelah
melakukan Takhrij al-Hadis, selanjutnya dilakukan i’tibar sanad. I’tibar sanad
adalah proses menyertakan dan merangkaikan sanad-sanad untuk hadis yang
matannya memiliki hubungan supaya dapat diketahui ada tidaknya periwayat yang
lain untuk sanad hadis yang diteliti. Oleh karena itu, untuk memperjelas dan
mempermudah prose kegiatan i’tibar, diperlukan pembuatan skema sanad. Berikut
adalah skema sanad dari hadis yang sedang diteliti.
|
No.
|
Nama Periwayat
|
Urutan Periwayat
|
Urutan dalam Sanad
|
|
1.
|
Abu Hurairah
|
Periwayat I
|
Sanad V
|
|
2.
|
Abu Salamah bin Abdi al-Rahman
|
Periwayat II
|
Sanad IV
|
|
3.
|
Az-
zuhriyyi
|
Periwayat III
|
Sanad III
|
|
4.
|
Ibnu Abi
Dzi’bin
|
Periwayat IV
|
Sanad II
|
|
5.
|
Adam bin
Abi Isa
|
Periwayat V
|
Sanad I
|
|
6.
|
Imam al-
Bukhari
|
Periwayat VI
|
Mukharij al-Hadis
|
4.
Meneliti Kualitas Periwayat dan
Persambungan Sanad
Kritik
sanad ini dilakukan untuk menelusuri persambungan sanad dan reputasi dari
masing-masing periwayat, sehingga menentukan keshahihan suatu hadis.
1.
Imam al- Bukhari
Adalah ahli hadits (periwayat) yang sangat terpercaya dalam
ilmu hadits. Hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian
menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin
dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk
kepadanya. Ia lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan
Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih
dikenal dengan sebutan Al Imam Al- Bukhari karena beliau lahir di kota Bukhara,
Turkistan.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari
buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim
‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al
Imam Al Bukhari), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata
putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu
menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau
melakukan pengembaraan ke Balkah, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah,
Makkah, Mesir, dan Syam. Beliau wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H.
ketika beliau mencapai usia 62 tahun..
Guru-guru
beliau diantaranya adalah Abu ‘Ashim An-Nabil, Al- Anshari, Makki bin Ibrahim,
Ubaidaillah bin Musa, Abu Al- Mughirah, Abdan bin Utsman, Ali bin Al Hasan bin
Syaqiq, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid
bin Makhlad, Abdurrahman Al Muqri, Khallad bin Yahya, Abdul Aziz al- Uwaisi,
Abu al- Yaman, Ali bin Al Madini, Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan
ulama ahlul hadits lainnya. Murid-murid beliau diantaranya yang paling terkenal
adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim,
Imam Abu Isa at-Tirmidzi, Al- Imam Shalih bin Muhammad.[1] Penilain kritikus hadits terhadap Imam
al- Bukhari Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan
kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.
Abu Bakar bin Munir kritikus hadits, menggolangkan Bukhari
ke dalam kelompok "Siqat" atau orang-orang yang dapat dipercayai dan
kokoh hafalannya, sedangkan ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat
dijadikan teladan.
Abdullah bin Sa’id bin Ja’far mengatakan bahwa beliau
tergolong tsabit (kokoh ingatannya). Saya mendengar para ulama di Bashrah
mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin
Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.
Sulaim mengatakan bahwa beliau orang yang shalih hadisnya,
saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh
tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’
(takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia.
2.
Adam
Nama lengkapnya adalah Adam bin Abi Isa pangilannya Abu
al-Hasan, lahir di Bagdad dan wafat pada tahun 220 H. Guru-gurunya: Israil bin
Yunus bin abi Ishak, Salam bin Musykin bin Hafsh bin Maisaroh, Sulaiman bin al-
Mughiroh, Syaiban bin Abdurrahman, Isa bin Maimun, Waroqoh bin Umar bin Kilab, Muhammad
bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Dzi’bin, Laits bin Said bin
Abdurrahman, sa’bah bin al-Hajaj al-wurud. Muridnya : Ahmad bin al-Azhar bin Muni’, Amru bin Mansur,
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim (Bukhari), Abdullah bin Abdurrahman bin
al-Fadil bin Biharm, Umar bin Mansur, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Muhammad
bin Khalaf bin Umar.
Penilaian kritikus hadits terhadap Adam bin Abi Isa
a.
Yahya bin Muin mengatakan tsiqoh
( terpercaya)
b.
Abu Hatim Ar-rozi mengatakan tsiqotun
ma’mun (orang yang dapat dipercaya)
c.
An-Nasai mengatakan la ba’sa bihi
( tidak ada cacat di dalamnya)
d.
Al- Ajali mengatakan tsiqoh (
terpercaya)
e.
Abu Daud al-Sajastani mengatakan tsiqoh
( terpercaya)
f.
Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi
al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya).
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui
bahwa Adam bin Abi Isa adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang
tsiqah, yang dapat dipercaya)
3.
Ibnu Abi Dzi’bin
Nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh
bin al- Harits bin Abi Dzi’bin. Beliau lahir di Kufah dan wafat pada tahun 158
H. Guru- gurunya : Abu ishak bin yazid, Asid bin Asid, al- Harits bin
Abdurrahman, Atho’ bin Abi Rabah Aslan, Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin
Abdullah (Az- zuhriyyi). Muridnya: Adam bin Abi Isa, Abu Bakar bin Ais
bin Sulaiman, Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qois, Adam bin Abi
Isa.
Penilain kritikus hadits terhadap Ibnu Abi Dzi’bin
1.
Ibnu Ahmad bin Hambal mengatakan
Tsiqoh shuduq (dapat dipercaya ).
2.
Yahya bin Muin mengatakan Tsiqah (
terpercaya)
3.
An- Nasai menyatakan Tsiqah
(terpercaya)
4.
Yaqub bin Saibah mengatakan Tsiqoh
shuduq (orang yang tsiqoh dan jujur ).
5.
Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi
al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya)
6.
Al- Kholal mengatakan Tsiqoh
(terpercaya)
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui
bahwa Ibnu Abi Dzi’bin adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang
tsiqah, yang dapat dipercaya)
4.
Az- Zuhriyyi
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muslim bin
Ubaidillah bin Abdullah bin Shihab, panggilannya adalah Abu Bakar. Lahir di
Madinah dan wafat pada tahun 124 H. Guru-gurunya: Ibnu Abi Khuzaimah, Abu al-
Khowas, Ibrahim bin Abdurrahman bin Abi Rabiah, Ibrahim bin Abdurrahman bin
Khunain, Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-
Harits bin Hasim bin al- Mughiroh, Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Khazam. Muridnya:
Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Abi Dzi’bin,
Ibrahim bin Ismail bin Mujma’ bin Yazid, Ibrahim bin Umar bin Mas’ud, Abu Ayub,
Ishak bin Rasyid, Ismail bin Muslim, Abu Ali bin Yazid, Usamah bin Zaid, dll.
Penilaian kritikus hadits terhadap Az- Zuhriyyi
1.
Musa bin Ismail mengatakan aku belum
pernah melihat orang yang alim yang lebih dari beliau.
2.
Amru bin Dinar mengatakan aku tidak
pernah melihat ada orang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi Az-
zuhriyyi
3.
Laits bin Said mengatakan tsiqoh
(dapat dipercaya) keilmuannya
4.
Umar bin Abdul Aziz mengatakan kami
mendatanginya dan kami tidak meninggalkannya sebelum belajar daripadanya.
5.
Ayub as-shakhotaini mengatakan
aku tidak pernah melihat ada orang yang pengetahuannya melebihi yang lain.
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui
bahwa Az-Zuhriyyi adalah seorang perawi yang mutafaqun (yang telah
disepakati tentang keshahihan haditsnya).
5.
Abu Salamah bin Abdi al- Rahman
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abdi al-Rahman bin
Auf, julukannya Abu Salamah, lahir di Madinah dan wafat pada tahun 94 H. Guru-gurunya:
Abu Sufyan bin Said bin al- Mughiroh, Zainab binti Salamah, Abu al-Rudud,
Thalhah bin Abidillah bin Usman, Abdi al-Rahman bin Sakher ( Abu Hurairah), Abu
Shifin bin Said bin al- Mughiroh. Muridnya : Al- Harits bin Abdurrahman, Hasan
bin Abdurrahman, Hamid bin Zaid, Sulaiman bin Yasir, Sholeh bin Abi Hasan,
Ibrahim bin Said bin Ibrahim bin Abdi al-Rahman bin Auf, Az-Zuhriyyi, Muhammad
bin Abdurrahman.
Penilaian kritikus hadis terhadap Abi Salamah bin Abdi al-
Rahman
1.
Abu Zarah Ar-razi mengatakan tsiqah
umam (orang yang dapat dipercaya)
2.
Ibnu Hiban mengatakan tsiqah
(terpercaya)
3.
Az-Zahabi mengatakan ( orang yang
penting)
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui
bahwa Abi Salamah bin Abdi al- Rahman adalah seorang perawi yang tsiqah (orang
yang dapat dipercaya).
6.
Abu Hurairah
Nama lengkapnya Abdi al-Rahman bin Sakher, lahir di Madinah,
wafat pada tahun 57 H. Guru-gurunya: Rasululloh Saw, Abi bin Ka’ab bin Qois,
Basroh bin Abi Basroh, Usman bin Affan bin Abi al- Ash bin Umayyah, Ali bin Abi
Thalib bin Abdullah bin Hasyim bin Abdi Manaf, Abu Shifin binSaid bin
al-Mughiroh.
Muridnya: Atho’ bin Abi Raba’ah bin Aslam, Abdul Malik an
Abi Hurairah, Abdullah bin Abdi al-Rahman bin Auf, al-Harits bin abdurrahman,
Hamid bin Zaid, Sholeh bin Abi Hasan, Hasan bin Abdurrahman, Said bin
Said, Sulaiman bin Abi Muslim, Sulaiman bin Yasir.
Penilaian kritikus hadits terhadap Abu Hurairah Penilaian
terhadap Abu Hurairah adalah tidak ada yang meragukan kualitasnya lagi karena
keadilan, kejujuran, kepercayaannya, dan keontektikannya yang lebih tinggi dari
sahabat lainnya.[2]
5.
Kesimpulan Penelitian Sanad
Setelah
menganalis sanad hadits, penulis memberikan kesimpulan bahwa hadits di atas
berkualitas shahih dikarenakan telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih
yaitu:
a.
Mempunyai sanad yang bersambung (muttasil)
b.
Para perawinya ‘adil
c.
Para perawinya dhabith (kuat
hafalannya)
d.
Tidak mengandung unsur-unsur syadz
e.
Tidak mengandung kecacatan (‘illat)
yang dapat merusak keabsahan sebuah hadits[3]
B.
ANALISA MATAN HADITS TENTANG ANAK DALAM
KEADAAN FITRAH
Dalam
penetapan tolok ukur matan, penulis menggunakan tolok ukur Muhammad Shalahuddin
al-Adlabi, ada empat macam yakni:
1. Kajian Linguistik
2. Tidak bertentangan dengan petunjuk
Al-Quran
3. Tidak bertentangan dengan hadis yang
lebih kuat
4. Tidak bertentangan dengan akal sehat.[4]
1.
Kajian Linguistik
Dalam
kajaian linguistik hadits tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak,
peneliti menggunakan lafadz كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ sebagai kata kunci menganalisa
kebahasaan. Lafadz tersebut berarti setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Dalam pandangan Islam, kemampuan dasar atau pembawaan disebut dengan fitrah.
Secara etimologis, fitrah berarti sifat asal, kesucian, bakat, dan
bembawaan, secara terminologi fitrah adalah tabiat yang siap menerima agama
Islam. Dalam kaitannya dengan teori kependidikan dapat dikatakan, bahwa fitrah
mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada paham convergent.
Karena fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi
dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam. Namun potensi dasar ini
bisa diubah oleh lingkungan sekitarnya.[5]
Sejalan dengan hadits di atas, fitrah merupakan modal seorang bayi untuk
menerima agama tauhid dan tidak akan berbeda antara bayi yang satu dengan bayi
lainnya. Dengan demikian, orang tua dan pendidik berkewajiban memberikan
pendidikan dengan cara berikut. :
Pertama, membiasakan anak untuk mengingat
kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat mencari dalil dan mengesakan Allah
melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan menginterpretasikan berbagai gejala alam
melalui penafsiran yang dapat mewujudkan tujuan pengokohan fitrah anak agar
tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan Allah.
Kedua,
membiasakan
anak-anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan
dampak negatif terhadap diri anak,[6]
misalnya tayangan film, berita-berita dusta, atau gejala kehidupan lain yang
tersalurkan melalui media informasi. Anak- anak harus diberi pemahaman tentang
bahaya kezaliman, kehidupan yang bebas, dan kebobrokan perilaku melalui metode
yang sesuai dengan kondisi anak, misalnya dengan melalui dialog, cerita, atau
pemberian contoh yang baik. Melalui cara itu, anak-anak akan terhindar dari
peyahudian, penasranian, atau pemajusian seperti yang diisyaratkan hadits di
atas.
2.
Tidak bertentangan dengan petunjuk
Al-Quran
Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat. Ar- Rum ayat 30,
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.( Q.S.
Ar-Rum: 30).
Berdasarkan
pada ayat di atas terbukti bahwa sabda Rasulullah SAW melalui hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini tidaklah sama sekali bertentangan dengan
Al-Quran. Melalui ayat tersebut di atas membuktikan bahwa manusia diciptakan
oleh Alloh mempunyai naluri beragama, yaitu agama Tauhid, maka tidak wajar
kalau manusia tidak baragama tauhid. Mereka tidak beragama tauhid karena
pengaruh lingkungan.
3.
Tidak bertentangan dengan hadis yang
lebih kuat
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو
سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ
مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ{ فِطْرَةَ اللَّهِ
الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ }
Artinya:“Tiada seorang bayi pun
melainkan dilahirkan dalam fitrah yang bersih. Maka orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang melahirkan
binatang keseluruhanya. Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang
rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum : 30
ini (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus.” (HR:
Bukhari).
Hadits
diatas berfungsi sebagai pembanding, juga memberikan pengertian bahwa begitu
besarnya pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, karena orang tuanyalah
yang menjadikan anaknya Yahudi, Nashrani dan Majusi, oleh sebab itu, orang
tualah yang berperan penting dalam pendidikan anaknya. Makna hadis ini sejalan
dan menguatkan hadis yang sedang penulis teliti. Kedua hadis tersebut
menunjukkan pentingnya pendidikan anak.
4.
Tidak Bertentangan Dengan Akal
Sehat, Indera Dan Fakta Sejarah
Berdasarkan
hadis di atas tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, dapat
diketahui bahwa jika anak tumbuh di dalam keluarga yang menyimpang, belajar di
lingkungan yang sesat dan bergaul dengan masyarakat yang rusak, maka anak akan
menyerap kerusakan itu, terdidik dengan akhlak yang paling buruk, di samping
menerima dasar-dasar kekufuran dan kesesatan. Kemudian dia akan beralih dari
kebahagian kepada kesengsaraan, dari keimanan kepada kemurtadan dan dari Islam
kepada kekufuran. Jika semua ini telah terjadi, maka sangat sulit mengembalikan
anak kepada kebenaran.
Dapat
dipahami bahwa fitrah sebagai pembawaan sejak lahir bisa dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya, bahkan ia tak dapat berkembang sama sekali tanpa
adanya pengaruh lingkungan tersebut. Namun demikian, meskipun fitrah dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi kondisinya tidak netral. Ia memliki sifat
yang dinamis, reaktif dan responsive terhadap pengeruh dari luar. Dengan
istilah lain, dalam proses perkembangannya, terjadi interaksi saling
mempengaruhi antara fitrah dan lingkungan sekitarnya, sampai akhir hayat
manusia.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Setelah
melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan :
1. Bahwa
hadits tentang setiap anak dalam keadaan fitrah adalah berkualitas shahih
dikarenakan telah memenuhi syarat-syaratnya yaitu sanadnya bersambung (muttasil),
Para perawinya ‘adil dan
dhabith (kuat hafalannya), Tidak mengandung unsur-unsur syadz dan dan tidak mengandung kecacatan
(‘illat) yang dapat merusak keabsahan hadits
2. Orang
tua dan pendidik berkewajiban memberikan pendidikan dengan cara berikut :
Pertama, membiasakan anak untuk mengingat
kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat mencari dalil dan mengesakan Allah
Kedua, membiasakan anak-anak untuk
mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negatif
terhadap diri anak,
2.
KRITIK DAN SARAN
Makalah ini masih banyak kekurangan di mana-mana
karena keterbatasan pengetahuan penulis, dengan demikian kiranya kami mohon
kritik dan saran dari semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar
dan menambah ilmu. Dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Armai
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pres, 2002.
ausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. Global
Islamic Software,
1997.
Muhammad
Shalahudin al-Aadlabi, Manhaj Naqd al- Matn, Beirut: Dar al- Afaq al-
Jadidah, 1983.
Muhammad
Fuad Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari
dan Muslim, Jakarta: Umul Qura, 2011.
Munzier
suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.
Majid
Khan, dkk, Ulumul Hadits, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005.
Suryadi,
Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003.
______,
Metodologi Penelitian Hadis, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.
[1] Muhammad
Fuad Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari
dan Muslim (Jakarta: Umul Qura, 2011), hlm. XI.
[4] Muhammad
Shalahudin al-Aadlabi, Manhaj Naqd al- Matn ( Beirut: Dar al- Afaq
al- Jadidah, 1983), hlm. 230.
[5] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pres,
2002), hlm. 7-8.
[6] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan
Islam (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 7-8.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar