MAKALAH
UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : : HADITS
Dosen Pengampu :
H. BIN HIMMA MUHAMMAD
BURHAN, M.Ag.
Disusun Oleh :
HAFIDHIN ( SEMESTER III )
INSTITUT ISLAM
NAHDLATUL 'ULAMA
( INISNU) JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menuntut
ilmu, adalah sesuatu yang diwajibkan bagi setiap Muslim, baik itu menuntut ilmu
agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya. kedudukan ilmu dalam kehidupan sangat
pentingnya. Terutama ilmu agama yaitu agama Islam yang telah disempurkan oleh
Alah SWT. sebagaimana ayat telakhir yang
diturunkan yang artinya “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu
dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai
agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3).
Mencari ilmu
itu hukumnya wajib bagi setiap Muslim laki-laki maupun muslim perempuna, Nabi
bersabda ;
قال رسول الله ص م
" طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةً عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya : Rasulullah SAW. Bersabda
mencari ilmu itu hukumnya fardhu bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan [1]
Setelah
mendapatkan Ilmu, maka agama menganjurkan untuk mengajarkan ilmu, kepada yang
membutuhkan. Untuk menyebarkannya dan mengajak
manusia kepada kebenaran. Orang yang menyembunyikan ilmu sangat dibenci dan
dilaknat oleh agama sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran ayat 159 yang
artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Allah dan
dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati,”
Mengajarkan
ilmu agama dan menyampaikan risalah Nabi diwajibkan walaupun satu ayat dari
Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda :
بَلِّغُوْا عَنيِّ
وَلَوْ آيَةٍ
|
2
|
|
3
|
Islam memerintahkan orang-orang
yang berilmu untuk menyampaikan ilmunya kepada orang banyak (orang lain. Ilmu
bukan untuk dimiliki sendiri, tetapi harus disebarkan kepada masyarakat. Dengan
demikian, Islam mengharapkan agar para pemeluknya menjadi orang-orang yang
berilmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta mengamalkannya. Firman Allah
SWT. Surat An-Nahl ayat 128 yang artinya : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang
telah berjasa dalam mengajarkan ilmu tentang agama maupun yang lainnya, baik
berupa material maupun non material. Karena berkat jasa merekalah masyarakat
jadi lebih mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya diketahui oleh masyarakat
dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat dan agama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian upah
dalam mengajarkan Agama ?
2.
Keutamaan orang yang mengajarkan Ilmu agama
3.
Hadis tentang
upah mengajarkan Agama ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Upah
Upah dalam kamus
bahasa Indonesia berarti uang dan sebagainya yang
dibayarkan sebagai balas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah
dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu[2], atau dalam bahasa Arab disebut sebagi ujroh atau ajrun. Kata ajrun sendiri dalam al-qur’an disebut
sampai 33 kali, kata ajrun dalam al-qur’an ada yang bermakna, pahala, balasan
atau upah.
Dalam ilmu fiqih upah berkaitan erat dengan aqad ijaroh ( persewaan) yang didefinisikan sebagai akad untuk pemindahan hak guna
(manfaat) sesuatu yang
diketahui yang menerima diserahkan dan diberikan dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara pemberi sewa (mu’ajjir) dengan
penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu
sendiri. [3]
Kata ajru sebagaimana dalam Hadits Nabi
SAW. berarti upah hasil pekerjaan
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَعْطُوا اَلْأَجِيرَ أَجْرَهُ
قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA. bahwa
Rasulullah SAW. bersabda:
"Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum mengering keringatnya."
(HR Ibnu Majah) [4]
|
4
|
|
5
|
|
5
|
B.
Keutamaan Mengajarkan Ilmu Agama
Keutamaan menjadi mengajarkan Ilmu Agama berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar
sangat banyak sekali diantaranya adalah :
1.
Diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Firman Allah SWT. : “ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” ( Qs. Al-Mujadalah 11 )
2.
Masuk dalam kategori sebaik-baik
umat Firman Allah SWT. : “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( Qs.
Ali-Imron 110 )
Sungguh luar biasa
keutamaan orang yang mengajarkan kebaikan, namun masih saja sedikit orang yang
mau mempersiapkan diri dan keluarga untuk menjadi pengajar ilmu agama, karena
mungkin kurang menghasilkan sesuatu, bahkan bila mendapatkan sessuatu masih
dipertanyakan lagi bagaiman hukumnya memperoleh sesuatu dalam mengajar ilmu
agama, dan itu dianggap sebagai
suatu pekerjaan atau pengabdian terhadap Agama.
C.
|
6
|
1.
Hadits 1 ( Tentang Larangan Menerima
Upah Mengajarkan Agama )
قَالَ أُبَيْ بْنِ كَعَبْ ׃ عَلِمْتُ رَجُلاً الْقُرْﺁنَ فَأُهْدِيَ لِىْ
قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِي ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
فَقَالَ ׃ إِنْ أَخَذْتَهَا
أَحَذْتَ قَوْسًا مِنَ النَّارِ فَرَدَدْتُهَا ( راوه إبن ماجه و أبو دوود )
Artinya Matan Hadits : “ Telah
berkata Ubay bin Ka’ab : Saya telah mengajar seorang laki-laki akan Qur’an,
lalu dihadiahkan kepada saya satu panah, lantas saya khabarkan yang demikian
kepada Rasulullah saw. Maka sabdanya : “Jika engkau
ambil dia, berarti engkau ambil satu panah dari api”. Lalu saya kembalikan dia.
(HR.Ibnu Majah, Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو
أَحْمَدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ الْحَسَنِ
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَاصٍّ يَقْرَأُ ثُمَّ سَأَلَ
فَاسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ )مَنْ قَرَأَ
الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ يَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ( و قَالَ مَحْمُودٌ وَهَذَا خَيْثَمَةُ
الْبَصْرِيُّ الَّذِي رَوَى عَنْهُ جَابِرٌ الْجُعْفِيُّ وَلَيْسَ هُوَ خَيْثَمَةَ
بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَخَيْثَمَةُ هَذَا شَيْخٌ بَصْرِيٌّ يُكْنَى أَبَا
نَصْرٍ قَدْ رَوَى عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَحَادِيثَ وَقَدْ رَوَى جَابِرٌ
الْجُعْفِيُّ عَنْ خَيْثَمَةَ هَذَا أَيْضًا أَحَادِيثَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ
Terjemahan Matan Hadits :
"Barang
siapa membaca al-Quran maka wajiblah meminta ganjaran hanya kepada Allah SWT.
Karena sesungguhnya akan datang suatu kaum-kaum yang membaca al-Quran dan
meminta bayaran kepada manusia”.
Kedua hadits di atas berisi tentang
larangan orang terhadap sesorang yang membaca al-Quran dan meminta bayaran
kepada manusia. yang dimaksud meminta kepada manusia disana adalah (طلب من الناس شيئا من الرزق) meminta bayaran baik
berupa uang ataupun benda. Selanjutnya dijelaskan dalam surah al-baqarah ayat
ke 41 yang artinya : “ Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku
turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan
janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu
menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepadaku kamu harus
bertakwa.”
|
7
|
2.
Hadits 2 ( Hadits yang membolehkan Mengambil Upah dalam Mengajar )
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ حَقًّا
كِتَابُ اَللَّهِ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ
Terjemahan hadits :
Dari Ibnu
Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Hal yang paling patut kamu ambil upahnya ialah Kitabullah."
Dikeluarkan oleh Bukhari[5]
Dalam sebuah
Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa menerima upah dari baca-bacaan
ayat-ayat al-qur’an sebagai obat diperbolehkan sebagaimana hadits di bawah ini
حَدَثَنَا يَحْيَ بِنْ يَحْيَ
التَّمِيْمِيُّ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ اَبيْ الْمُتَوَكِّلِ
عَنْ اَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ص م
كَانُوْا فِى سَفَرٍ فَمَرُّوْا بِحَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ
فَاسْتَضْاَفُوهُمْ فَلَمْ يُضِيْفُهُمْ فَقَالُوْا لَهُمْ : هَلْ فِيْكُمْ رَاقٍ
فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ لَدِيْغٌ اَوْ مُصَابٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ : نَعَمْ
فَأَتَاهُ فَرَقَاَهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ .
فَأُعْطِيَ قَطِيْعًا مِنْ غَنَمٍ
فَأَبَي أَنْ يَقْبَلَهَا. وَ قَالَ : حَتَى أَذْكُرُ ذَلِكَ لِلنَّبِى ص.م.
فَأَتَى النَّبِّى ص.م. فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ : يَارَسُولَ اللهِ! وَ
اللهِ! مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَ قَالَ وَ مَا
أَدْرَكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ؟ ثَمَّ قَالَ < خُذُوْا مِنْهُمْ وَ أضْرِبُوا
لِيْ بِسَهْمٍ مَعَكُمْ
Artinya :
Yahya bin Yahya bercerita kepeda saya, telah member berita kepadaku Husyaim
dari Abi Bisyr dari Abi Mutawakkil, riwayat Abu Said Al-Khudri RA. : Bahwa
beberapa orang di antara
sahabat Rasulullah SAW. sedang berada dalam perjalanan melewati salah satu dari
perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi tamu penduduk kampung
tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka. Tetapi
ada yang menanyakan : Apakah di antara kalian ada yang dapat menjampi? Karena kepala kampung
terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para sahabat itu menjawab: Ya, ada.
Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan menjampinya dengan surat
Al-Fatihah. Ternyata sembuh dan diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing.
Sahabat itu menolak untuk menerimanya dan berkata : Aku akan menanyakannya
dahulu kepada kepada Nabi. Dia pun pulang menemui Nabi dan menuturkan peristiwa
tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi Allah, aku hanya menjampi dengan
surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda:
Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi? Kemudian beliau melanjutkan : “Ambillah imbalan dari mereka dan
sisihkan bagianku bersama kalian.”
|
8
|
|
8
|
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : ( خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ ) هَذَا تَصْرِيح بِجَوَازِ أَخْذ الْأُجْرَة عَلَى
الرُّقْيَة بِالْفَاتِحَةِ وَالذِّكْر ، وَأَنَّهَا حَلَال لَا كَرَاهَة فِيهَا ،
وَكَذَا الْأُجْرَة عَلَى تَعْلِيم الْقُرْآن ، وَهَذَا مَذْهَب الشَّافِعِيّ
وَمَالِك وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَأَبِي ثَوْر وَآخَرِينَ مِنْ السَّلَف وَمَنْ
بَعْدهمْ ، وَمَنَعَهَا أَبُو حَنِيفَة فِي تَعْلِيم الْقُرْآن ،
Ucapan Rasulullah SAW. “Ambillah
imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama kalian.” Menjelaskan bolehnya
mengambil upah atas pengobatan dengan membaca Surat Al-Fatihah (al-Qur’an) dan
dzikir dan sesungguhnya tidak ada makruh didalamnya. Demikian menurut Imam
Syafi’i, Imam malik, Imam Ahmad, Ishaq dan Abi Tsaur dan para ulama’ salaf yang
lain dan sesudahnya. Namun Imam Abu Hanifah melarang menerima upah dalam
mengajarkan Al-Qur’an.[6]
|
9
|
قال
تعالى (مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَن كَانَ
يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ
) وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من تعلم
علما يبتغي به وجه الله تعالى لا يتعلمه إلا ليصيب به غرضا من الدنيا لم يجد عرف
الجنة يوم القيامة رواه أبو داود بإسناد صحيح
Barangsiapa
yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya
dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di
akhirat.
Barangsiapa
yang mengajarkan ilmu maka ia berhak bertemu Allah, apabila dia tidak berharap kehidupan
dunia[7]
أفتى
المتأخرون بجواز أخذ الأجور على تعليم العلوم الدينية، لتهاون الناس بها،
وانصرافهم إلى الاشتغال بمتاع الحياة الدنيا، حتى لا تضيع العلوم، ولانقطاع مخصصات
العلماء من بيت مال المسلمين، واضطرار العلماء إلى التزود بما يعينهم على شؤون
الحياة.
Ulama
mutaakhirin berfatwa tentang dibolehkan-nya mengambil upah dari mengajar
ilmu-ilmu agama, disebabkan manusia meremehkan ilmu agama dengan orientasi
mereka terhadap gemerlapnya kehidupan dunia. Sehingga ilmu-ilmu tersebut hilang seiring terputusnya
kekhususan perhatian negara (untuk menjaga para ulama) dan memaksa para ulama
untuk membekali dirinya dengan urusan-urusan kehidupan.[8]
و الله أعلم
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Setelah
menelaah pembahasan di atas maka diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat kami
ambil sebagai berikut :
a. Mengajarkan
ilmu agama itu adalah hukumnya wajib dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
berharap pahala dari ALLAH SWT. Allah
akan meninggikan derajat dan menjadikan umat terbaik bila mau melakukan
perintah kebaikan dan melarang kemungkaran dengan mengajarkan ilmu tentang kebaikan dan kemungkaran itu.
b. Larangan
menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menerima upah dari pengajaran agama dan Janganlah
menukar iman terhadap ayat-ayat allah SWT dengan menerima sesuatu.
c.
Diperbolehkan
jika memang diawal mengajarnya mengambil upah. Pendapat ini
menurut madzhab imam syafi’i, malik, dan jumhur ulama’. dari hal ini semuanya tergantung niat awal dari mengajar. dan yang
sebenarnya tidak boleh ketika kita meniatkan mengajar untuk mendapatkan
uang/imbalan. Dengan tanpa mengharap ridho Allah SWT.
B.
Kritik dan saran
Dari makalah ini, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca dan tentunya makalah masih banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan penulis, dengan demikian kiranya kami mohon kritik dan saran dari
semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar dan menambah ilmu.
|
10
|
DAFTAR PUSTAKA
Abi Zakaria Al-Anshori, Hasiyah Asy-Syarqowi Juz 2 hal. 82 Darul
Fikri, Bairut, 1996
Abi Zakaria Muhyidin
Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Minhaj Syarah Shohih Muslim, www.islamspirit.com
Abu Abdullah Muhammad
bin Ismail bin Ibrahim Al Bukhari, Al-Bukhari,
kitab Al-ijarah (Juz 2 halaman 36
al-ma’arif, Bandung)
Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun 1429 H / 2008 M Pustaka Al-Hidayah
Pusat Bahasa Departemen pendidikan nasional,
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008
Syeh Ibrohim Bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, hal. 4 Usaha
Keluarga, Semarang 1360 H.
Tafsir Munir fil Aqidati, wa Syari’ati wal Manhaj
|
11
|
[2] Pusat
Bahasa
Departemen pendidikan nasional, Tesaurus
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008
[4] Ibnu Hajar
Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun 1429 H / 2008 M Pustaka Al-Hidayah
[5] Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul
Maram versi 2.0 ©Hadis
No. 934 tahun 1429 H / 2008 M Pustaka Al-Hidayah dan Abu Abdullah Muhammad bin Ismail
bin Ibrahim Al Bukhari, Al-Bukhari, kitab Al-ijarah (Juz 2 halaman
36 al-ma’arif, Bandung)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar