Selasa, 29 Oktober 2013

MAKALAH UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA Mata Kuliah : : HADITS





MAKALAH

UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : :  HADITS
Dosen Pengampu :
H. BIN HIMMA MUHAMMAD BURHAN, M.Ag.
 




 


Disusun Oleh :

HAFIDHIN  ( SEMESTER III )

 

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL 'ULAMA
( INISNU)  JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH  2012



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Menuntut ilmu, adalah sesuatu yang diwajibkan bagi setiap Muslim, baik itu menuntut ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya. kedudukan ilmu dalam kehidupan sangat pentingnya. Terutama ilmu agama yaitu agama Islam yang telah disempurkan oleh Alah SWT.  sebagaimana ayat telakhir yang diturunkan yang artinya “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3).
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap Muslim laki-laki maupun muslim perempuna, Nabi bersabda ;
قال رسول الله ص م " طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةً عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Artinya : Rasulullah SAW. Bersabda mencari ilmu itu hukumnya fardhu bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan [1]
Setelah mendapatkan Ilmu, maka agama menganjurkan untuk mengajarkan ilmu, kepada yang membutuhkan. Untuk  menyebarkannya dan mengajak manusia kepada kebenaran. Orang yang menyembunyikan ilmu sangat dibenci dan dilaknat oleh agama sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran ayat 159 yang artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati,”
Mengajarkan ilmu agama dan menyampaikan risalah Nabi diwajibkan walaupun satu ayat dari Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda :
بَلِّغُوْا عَنيِّ وَلَوْ آيَةٍ
2
Artinya : “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”
3
Hadits ini menerangkan tentang kewajiban menyampaikan apa yang datang dari Allah dan mengajarkannya kepada orang lain.  Pada asalanya hukum berda’wah adalah wajib kifayah firmah Allah, Surat Al Imron Ayat 104 yang berarti : “Dan hendaklah ada di antara kalian sebuah umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Islam memerintahkan orang-orang yang berilmu untuk menyampaikan ilmunya kepada orang banyak (orang lain. Ilmu bukan untuk dimiliki sendiri, tetapi harus disebarkan kepada masyarakat. Dengan demikian, Islam mengharapkan agar para pemeluknya menjadi orang-orang yang berilmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta mengamalkannya. Firman Allah SWT. Surat An-Nahl ayat 128 yang artinya : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang telah berjasa dalam mengajarkan ilmu tentang agama maupun yang lainnya, baik berupa material maupun non material. Karena berkat jasa merekalah masyarakat jadi lebih mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya diketahui oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat dan agama.

B.        Rumusan Masalah
1.          Pengertian upah dalam mengajarkan Agama ?
2.          Keutamaan orang yang mengajarkan Ilmu agama
3.          Hadis tentang upah mengajarkan Agama ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Upah
Upah dalam kamus bahasa  Indonesia berarti  uang dan sebagainya  yang  dibayarkan sebagai balas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu[2], atau dalam bahasa Arab disebut sebagi ujroh atau ajrun. Kata ajrun sendiri dalam al-qur’an disebut sampai 33 kali, kata ajrun dalam al-qur’an ada yang bermakna, pahala, balasan atau upah.
Dalam ilmu fiqih upah berkaitan erat dengan aqad  ijaroh ( persewaan) yang didefinisikan sebagai akad untuk pemindahan hak guna (manfaat) sesuatu yang diketahui yang menerima diserahkan dan diberikan dengan pembayaran sewa (ujrah), antara pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. [3] Kata ajru sebagaimana dalam Hadits Nabi SAW. berarti upah hasil pekerjaan  
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَعْطُوا اَلْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ

Artinya: Dari Ibnu Umar RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda: "Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum mengering keringatnya." (HR Ibnu Majah) [4]
4
Agama adalah  suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikutinya guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akherat. Yang dimaksud agama di sini adalah agama Islam, yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits serta ilmu yang berkaitan dengan keagamaan. Jadi mengajar ilmu agama adalah mengajarkan al-Quran atau hadits Nabi atau Ilmu yang berhubungan dengan Islam, seperti Tauhid, Fiqih, Akhlak dan lain-lain. Mengajarkan ilmu agama berarti menyampaikan kepada orang lain tentang kebenaran seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. dan pengikutnya. Sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi serta implementasinya dalam masyarakat dan termasuk didalamnya adalah amar ma’ruf nahi munkar (memerintah yang baik dan mencegah kemunkaran)
5
5
 
B.        Keutamaan Mengajarkan Ilmu Agama
Keutamaan menjadi mengajarkan Ilmu Agama berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar sangat banyak sekali diantaranya adalah : 
1.     Diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Firman Allah SWT. : “ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( Qs. Al-Mujadalah 11 )
2.     Masuk dalam kategori sebaik-baik umat Firman Allah SWT. : “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( Qs. Ali-Imron 110 )
Sungguh luar biasa keutamaan orang yang mengajarkan kebaikan, namun masih saja sedikit orang yang mau mempersiapkan diri dan keluarga untuk menjadi pengajar ilmu agama, karena mungkin kurang menghasilkan sesuatu, bahkan bila mendapatkan sessuatu masih dipertanyakan lagi bagaiman hukumnya memperoleh sesuatu dalam mengajar ilmu agama, dan itu dianggap sebagai suatu pekerjaan atau pengabdian terhadap Agama.



C.       
6
Hadis Yang berkenaan dengan Upah mengajarkan Agama
1.       Hadits 1 ( Tentang Larangan Menerima Upah Mengajarkan Agama )
قَالَ أُبَيْ بْنِ كَعَبْ ׃  عَلِمْتُ رَجُلاً الْقُرْﺁنَ فَأُهْدِيَ لِىْ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِي  ﺻﻠﻰ ﺍﷲ  ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ  فَقَالَ  ׃ إِنْ أَخَذْتَهَا أَحَذْتَ قَوْسًا مِنَ النَّارِ فَرَدَدْتُهَا ( راوه إبن ماجه و أبو دوود )

Artinya Matan Hadits : “ Telah berkata Ubay bin Ka’ab : Saya telah mengajar seorang laki-laki akan Qur’an, lalu dihadiahkan kepada saya satu panah, lantas saya khabarkan yang demikian kepada Rasulullah saw. Maka sabdanya : “Jika engkau ambil dia, berarti engkau ambil satu panah dari api”. Lalu saya kembalikan dia. (HR.Ibnu Majah, Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَاصٍّ يَقْرَأُ ثُمَّ سَأَلَ فَاسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ  )مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ( و قَالَ مَحْمُودٌ وَهَذَا خَيْثَمَةُ الْبَصْرِيُّ الَّذِي رَوَى عَنْهُ جَابِرٌ الْجُعْفِيُّ وَلَيْسَ هُوَ خَيْثَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَخَيْثَمَةُ هَذَا شَيْخٌ بَصْرِيٌّ يُكْنَى أَبَا نَصْرٍ قَدْ رَوَى عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَحَادِيثَ وَقَدْ رَوَى جَابِرٌ الْجُعْفِيُّ عَنْ خَيْثَمَةَ هَذَا أَيْضًا أَحَادِيثَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ
Terjemahan Matan Hadits :
"Barang siapa membaca al-Quran maka wajiblah meminta ganjaran hanya kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya akan datang suatu kaum-kaum yang membaca al-Quran dan meminta bayaran kepada manusia”.
Kedua hadits di atas berisi tentang larangan orang terhadap sesorang yang membaca al-Quran dan meminta bayaran kepada manusia. yang dimaksud meminta kepada manusia disana adalah (طلب من الناس شيئا من الرزق) meminta bayaran baik berupa uang ataupun benda. Selanjutnya dijelaskan dalam surah al-baqarah ayat ke 41 yang artinya : “ Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepadaku kamu harus bertakwa.”
7
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa makna dari ( janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ) dengan mengutip beberapa pendapat, kami akan mencoba memaparkan beberapa dari para tafsiran dari ayat ini yaitu; Janganlah menukar iman terhadap ayat-ayat allah SWT dan pembenaran terhadap Rasulullah dengan harta dan kesenangannya.

2.       Hadits 2 ( Hadits yang membolehkan Mengambil Upah dalam Mengajar )
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ حَقًّا كِتَابُ اَللَّهِ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ
Terjemahan hadits :
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hal yang paling patut kamu ambil upahnya ialah Kitabullah." Dikeluarkan oleh Bukhari[5]
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa menerima upah dari baca-bacaan ayat-ayat al-qur’an sebagai obat diperbolehkan sebagaimana hadits di bawah ini
حَدَثَنَا يَحْيَ بِنْ يَحْيَ التَّمِيْمِيُّ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ اَبيْ الْمُتَوَكِّلِ عَنْ اَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ص م كَانُوْا فِى سَفَرٍ فَمَرُّوْا بِحَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضْاَفُوهُمْ فَلَمْ يُضِيْفُهُمْ فَقَالُوْا لَهُمْ : هَلْ فِيْكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ لَدِيْغٌ اَوْ مُصَابٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ : نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاَهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ . فَأُعْطِيَ قَطِيْعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَي أَنْ يَقْبَلَهَا. وَ قَالَ : حَتَى أَذْكُرُ ذَلِكَ لِلنَّبِى ص.م. فَأَتَى النَّبِّى ص.م. فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ : يَارَسُولَ اللهِ! وَ اللهِ! مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَ قَالَ وَ مَا أَدْرَكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ؟ ثَمَّ قَالَ < خُذُوْا مِنْهُمْ وَ أضْرِبُوا لِيْ بِسَهْمٍ مَعَكُمْ

Artinya : Yahya bin Yahya bercerita kepeda saya, telah member berita kepadaku Husyaim dari Abi Bisyr dari Abi Mutawakkil, riwayat Abu Said Al-Khudri RA. : Bahwa beberapa orang di antara sahabat Rasulullah SAW. sedang berada dalam perjalanan melewati salah satu dari perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi tamu penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka. Tetapi ada yang menanyakan : Apakah di antara kalian ada yang dapat menjampi? Karena kepala kampung terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para sahabat itu menjawab: Ya, ada. Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata sembuh dan diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu menolak untuk menerimanya dan berkata : Aku akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi. Dia pun pulang menemui Nabi dan menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi Allah, aku hanya menjampi dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda: Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi?  Kemudian beliau melanjutkan : Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama kalian.
8
8
Dalam kitab Al-Minhaj syarah shoheh Muslim dijelaskan maksud Hadits di atas :
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ ) هَذَا تَصْرِيح بِجَوَازِ أَخْذ الْأُجْرَة عَلَى الرُّقْيَة بِالْفَاتِحَةِ وَالذِّكْر ، وَأَنَّهَا حَلَال لَا كَرَاهَة فِيهَا ، وَكَذَا الْأُجْرَة عَلَى تَعْلِيم الْقُرْآن ، وَهَذَا مَذْهَب الشَّافِعِيّ وَمَالِك وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَأَبِي ثَوْر وَآخَرِينَ مِنْ السَّلَف وَمَنْ بَعْدهمْ ، وَمَنَعَهَا أَبُو حَنِيفَة فِي تَعْلِيم الْقُرْآن ،

Ucapan Rasulullah SAW. “Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama kalian.” Menjelaskan bolehnya mengambil upah atas pengobatan dengan membaca Surat Al-Fatihah (al-Qur’an) dan dzikir dan sesungguhnya tidak ada makruh didalamnya. Demikian menurut Imam Syafi’i, Imam malik, Imam Ahmad, Ishaq dan Abi Tsaur dan para ulama’ salaf yang lain dan sesudahnya. Namun Imam Abu Hanifah melarang menerima upah dalam mengajarkan Al-Qur’an.[6]
9
 Upah mengajar ilmu agama terpulang  kembali dengan niat masing-masing, jika berniat ikhlas mencari ridho Allah SWT. Maka Allah yang akan memberikan upahnya sendiri yaitu pahala di akhir nanti, seperti yang telah banyak dijanjikan Allah SWT. Apabila ada pemberian dari yang diajari maka anggaplah itu sebagai pemberian kebahagiaan (Bisyaroh) atau sebagai hibah atau hadiah.
قال تعالى (مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ ) وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من تعلم علما يبتغي به وجه الله تعالى لا يتعلمه إلا ليصيب به غرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة رواه أبو داود بإسناد صحيح

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
Barangsiapa yang mengajarkan ilmu maka ia berhak bertemu Allah, apabila dia tidak berharap kehidupan dunia[7]
أفتى المتأخرون بجواز أخذ الأجور على تعليم العلوم الدينية، لتهاون الناس بها، وانصرافهم إلى الاشتغال بمتاع الحياة الدنيا، حتى لا تضيع العلوم، ولانقطاع مخصصات العلماء من بيت مال المسلمين، واضطرار العلماء إلى التزود بما يعينهم على شؤون الحياة.

Ulama mutaakhirin berfatwa tentang dibolehkan-nya mengambil upah dari mengajar ilmu-ilmu agama, disebabkan manusia meremehkan ilmu agama dengan orientasi mereka terhadap gemerlapnya kehidupan dunia. Sehingga ilmu-ilmu tersebut hilang seiring terputusnya kekhususan perhatian negara (untuk menjaga para ulama) dan memaksa para ulama untuk membekali dirinya dengan urusan-urusan kehidupan.[8] و الله أعلم

BAB III
KESIMPULAN

A.        Kesimpulan
Setelah menelaah pembahasan di atas maka diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat kami ambil sebagai berikut :
a.       Mengajarkan ilmu agama itu adalah hukumnya wajib dilakukan dengan penuh keikhlasan dan berharap pahala dari ALLAH SWT. Allah akan meninggikan derajat dan menjadikan umat terbaik bila mau melakukan perintah kebaikan dan melarang kemungkaran dengan mengajarkan ilmu tentang   kebaikan dan kemungkaran itu.
b.       Larangan menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menerima upah dari pengajaran agama dan Janganlah menukar iman terhadap ayat-ayat allah SWT dengan menerima sesuatu.
c.        Diperbolehkan jika memang diawal mengajarnya mengambil upah. Pendapat ini menurut madzhab imam syafi’i, malik, dan jumhur ulama’. dari hal ini semuanya tergantung niat awal dari mengajar. dan yang sebenarnya tidak boleh ketika kita meniatkan mengajar untuk mendapatkan uang/imbalan. Dengan tanpa mengharap ridho Allah SWT.

B.        Kritik dan saran
Dari makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya makalah masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis, dengan demikian kiranya kami mohon kritik dan saran dari semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar dan menambah ilmu.









10
 


DAFTAR PUSTAKA

Abi Zakaria Al-Anshori, Hasiyah Asy-Syarqowi Juz 2 hal. 82 Darul Fikri, Bairut, 1996
Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Minhaj Syarah Shohih Muslim, www.islamspirit.com
Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Attibyan fi Fadhilatil Qur’an, www.islamspirit.com
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al Bukhari,  Al-Bukhari, kitab Al-ijarah  (Juz 2 halaman 36 al-ma’arif, Bandung)
Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun  1429 H / 2008 M  Pustaka Al-Hidayah
Pusat Bahasa Departemen pendidikan nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008
Syeh Ibrohim Bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, hal. 4 Usaha Keluarga, Semarang 1360 H.
Tafsir Munir fil Aqidati, wa Syari’ati wal Manhaj




11
 


[1]  Syeh Ibrohim Bin ismail, Ta’limul Muta’alim, hal. 4 Usaha Keluarga, Semarang 1360 H.
[2]    Pusat Bahasa Departemen pendidikan nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008
[3]    Abi Zakaria Al-Anshori, Hasiyah Asy-Syarqowi Juz 2 hal. 82 Darul Fikri, Bairut, 1996
[4]    Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun  1429 H / 2008 M  Pustaka Al-Hidayah
[5]    Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun  1429 H / 2008 M  Pustaka Al-Hidayah dan Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al Bukhari,  Al-Bukhari, kitab Al-ijarah  (Juz 2 halaman 36 al-ma’arif, Bandung)

[6] Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Minhaj Syarah Shohih Muslim,
[7]  Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, attibyan, www.islamspirit.com
[8]  Tafsir Munir Fil Aqidati, Wa Syari’ati wal Manhaj, 2:55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar